Setiap sistem hukum mempunyai asas dan fungsi yang
menjadi dasar tumpuannya termasuk hukum bisnis syariah yaitu keseluruhan dari
peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan praktik
bisnis secara syar`i atau sesuai dengan syariah guna meningkatkan kesejahteraan
dan kemaslahatan umat manusia.
1. Asas Hukum Bisnis
Syariah
Secara historis kata “asas” berasal dari bahasa arab al
uss yang berarti fundamen (alas dasar) bangunan. Yang dimaksud dengan asas
hukum bisnis syariah ialah kebenaran yang menjadi alas dasar atau tumpuan hukum
bisnis syariah itu. Adapun asas-asas dari hukum bisnis syariah adalah sebagai
berikut:
a.
Kebebasan Dalam Kepemilikan Dan Usaha Bisnis
Adapun
yang dimaksud dengan kebebasan dalam kepemilikan dan usaha bisnis ialah status
yang membuat seseorang bebas memiliki harta dan mengelolanya sekaligus
melakukan berbagai transaksi yang dikehendakinya selama tidak melanggar aturan
syar`i. Islam memberikan hak ini kepada semua orang, kecuali anak kecil, orang
gila dan orang safih. Safih adalah orang-orang yang tidak bisa
menggunakan hartanya dengan benar dan mubazir dalam membelanjakan harta
sehingga tidak berguna bagi diri dan segenap keluarganya.
Adnan
Ath-Tharsyah berkata: “Harta merupakan kemulliaan penduduk dunia yang mereka
sukai, cenderung padanya dan tergantung padanya dalam urusan kehidupan seperti
perkawinan dan lain-lain. Mereka tidak mengetahui kemuliaan lain yang menyamai
harta. Pada kenyataannya pemilik harta bagaimanapun akan kuat dan yang tidak
memiliki akan lemah dan rendah.” Menurut konsep islam ada tiga syarat utama hak
atas harta yaitu:
1)
Harta tidak boleh didapat dengan cara yang haram, cara
yang melanggar aturan islam.
2)
Dalam mendapatkan dan memiliki harta tidak boleh
merugikan orang lain.
3)
Dalam mendapatkan dan memiliki harta tidak boleh merusak
klaim yang sah juga tidak boleh membuat klaim yang tidak benar.
Berrkaitan
dengan soal kepemilikan harta dan usaha bisnis, Al-Qur`an menggunakan kata-kata
al-milku dan al-kasab yang mengisyaratkan tentang kepemilikan
manusia. Allah SWT dalam firmannya:
QS.
Al-Lahab (111) ayat 2
مَآ أَغۡنَىٰ عَنۡهُ مَالُهُ ۥ وَمَا ڪَسَبَ (٢
Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. (2)
Pengakuan
akan kepemilikan adalah salah satu prasyarat untuk sahnya sebuah transaksi
harta benda. Kepemilikan dalam islam berarti “kepemilikan harta yang didasarkan
pada agama. Kepemilikan ini tidak memberikan hak mutlak kepada pemiliknya untuk
mempergunakan semaunya sendiri, melainkan harus sesuai dengan beberapa aturan.”
Muhammad
ismail yusanto dan muhammad karebet widjajakusuma menyimpulkan: dengan kendali
syariah, bisnis bertujuan untuk mencapai empat hal utama yaitu (1) target hasil
profit-materi dan benefit-nonmateri, (2) pertumbuhan artinya terus meningkat,
(3) keberlangsungan dalam kurun waktu selama mungkin (4) keberkahan atau
keridhaan allah.
b.
Keadilan Dalam Produksi Dan Distribusi
Secara
umum, orientasi produksi dalam bisnis syariah bertujuan untuk mencari nilai
tambah dan keuntungan dengan motif ibadah. Dalam praktiknya, sistem produksi tidak
saja bernilai mencari keuntungan materi tetapi juga harus mampu menjadi bagian
dari maksimalisasi peran manusia sebagai mandataris allah di muka bumi (khalifatuhu
fil ardh). Dan tentu saja dalam melaksanakan tugas mulia ini manusia harus
selalu senantiasa memelihara “hablun minallah” dan “hablun minannas”
sebagaimana yang diungkapkan allah dalam Al-Qur`an surah Ali-Imran (3) ayat
112:
ضُرِبَتۡ عَلَيۡہِمُ ٱلذِّلَّةُ أَيۡنَ مَا ثُقِفُوٓاْ إِلَّا بِحَبۡلٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَحَبۡلٍ۬ مِّنَ ٱلنَّاسِ وَبَآءُو بِغَضَبٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَضُرِبَتۡ عَلَيۡہِمُ ٱلۡمَسۡكَنَةُۚ ذَٲلِكَ بِأَنَّهُمۡ كَانُواْ يَكۡفُرُونَ بِـَٔايَـٰتِ ٱللَّهِ وَيَقۡتُلُونَ ٱلۡأَنۢبِيَآءَ بِغَيۡرِ حَقٍّ۬ۚ ذَٲلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعۡتَدُونَ (١١٢
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali [agama] Allah dan tali [perjanjian] dengan manusia dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. (112)
Para
pakar ekonomi berkata bahwa kegiatan produksi pada hakikatnya hanyalah
penciptaan bagi pemanfaatan bukan penciptaan barang (materi). Artinya,
manusia hanya bisa mengolaha bahan yang telah ada menjadi sesuatu yang berguna
untuk kebutuhan hidup. Dan segala sesuatu yang melakukannya di dalam kegiatan
produksi hanya sekedar usaha menambah nilai barang itu. Lalu, siapa yang
mengadakan barang (materi) itu? Allah SWT, sang pemilik alam semesta.
Allah SWT dalam firmannya:
QS.
Yunus (10) ayat 66
أَلَآ إِنَّ لِلَّهِ مَن فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَن فِى ٱلۡأَرۡضِۗ وَمَا يَتَّبِعُ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ شُرَڪَآءَۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَإِنۡ هُمۡ إِلَّا يَخۡرُصُونَ (٦٦
Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi. Dan orang-orang yang menyeru sekutu-sekutu selain Allah, tidaklah mengikuti [suatu keyakinan]. Mereka tidak mengikuti kecuali prasangka belaka, dan mereka hanyalah menduga-duga. (66)
Dalam
surah lain Allah SWT juga berfirman:
QS.
Ibrahim (14) ayat 32-34
ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً۬ فَأَخۡرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٲتِ رِزۡقً۬ا لَّكُمۡۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلۡفُلۡكَ لِتَجۡرِىَ فِى ٱلۡبَحۡرِ بِأَمۡرِهِۦۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلۡأَنۡهَـٰرَ (٣٢) وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ دَآٮِٕبَيۡنِۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّہَارَ (٣٣) وَءَاتَٮٰكُم مِّن ڪُلِّ مَا سَأَلۡتُمُوهُۚ وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ إِنَّ ٱلۡإِنسَـٰنَ لَظَلُومٌ۬ ڪَفَّارٌ۬ (٣٤
Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan [pula] bagimu sungai-sungai. (32) Dan Dia telah menundukkan [pula] bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar [dalam orbitnya]; dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. (33) Dan Dia telah memberikan kepadamu [keperluanmu] dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni’mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari [ni’mat Allah]. (34)
Segala
sesuatu yang ada di alam ini, milik Allah tidak satupun mahluknya yang punya
hak untuk menggugat. Dia-lah Allah yang menciptakan manusia dan mengajarkan
kepadanya bagaimana memproduksi suatu barang sehingga memiliki manfaat dalam
menopang kehidupan mereka. Allah SWT berfirman:
QS.
Al-Anbiya` (21) ayat 80
وَعَلَّمۡنَـٰهُ صَنۡعَةَ لَبُوسٍ۬ لَّڪُمۡ لِتُحۡصِنَكُم مِّنۢ بَأۡسِكُمۡۖ فَهَلۡ أَنتُمۡ شَـٰكِرُونَ (٨٠
Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur [kepada Allah]. (80)
Sehingga
pada akhirnya produksi dan konsumsi dua hal paling determinan untuk
keberhasilan bisnis sangat dependen terhadap kesejahteraan masyarakat yang ada
dalam sebuah masyarakat. Jika tidak ada konsumsi maka secara otomatis tidak
mungkin akan ada produksi. Begitu juga jika masyarakat tidak memiliki daya beli
maka bisa dipastikan semua produksi juga akan rontok. Hal tersebut menunjukkan
betapa vitalnya hubungan antara kesejahteraan umum yang ada dalam masyarakat
dan keberlangsungan aktivitas bisnis.
Ajaran
Al-Qur`an yang menyangkut keadilan dalam hal ini antara lain dalam firman Allah
SWT QS. Ar-Rahman (55) ayat 7-9
وَٱلسَّمَآءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ ٱلۡمِيزَانَ (٧) أَلَّا تَطۡغَوۡاْ فِى ٱلۡمِيزَانِ (٨) وَأَقِيمُواْ ٱلۡوَزۡنَ بِٱلۡقِسۡطِ وَلَا تُخۡسِرُواْ ٱلۡمِيزَانَ (٩
Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca [keadilan]. (7) Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. (8) Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. (9)
Ayat
tersebut merupakan petunjuk bagi manusia untuk berbuat adil dan menunjukkan
sikap tegas dalam setiap pembagian ataupun transaksi. Bahkan siksa yang akan
diterima oleh mereka yang curang dan mengurangi takaran sangatlah pedih dan
menyakitkan. Oleh karena itu, Allah berfirman dalam QS. Al-Muthafifin (83) ayat
1-4
وَيۡلٌ۬ لِّلۡمُطَفِّفِينَ (١) ٱلَّذِينَ إِذَا ٱكۡتَالُواْ عَلَى ٱلنَّاسِ يَسۡتَوۡفُونَ (٢) وَإِذَا كَالُوهُمۡ أَو وَّزَنُوهُمۡ يُخۡسِرُونَ (٣) أَلَا يَظُنُّ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ أَنَّہُم مَّبۡعُوثُونَ (٤
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (1) [yaitu] orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, (2) dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. (3) Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, (4)
Semua
pihak dalam relasi bisnis apapun tidak boleh saling merugikan satu sama lain.
Ini tidak hanya merupakan imbauan moral belaka yang diarahkan kepada kemauan
baik masing-masing orang untuk menaatinya atau tidak, melaiankan dilakukan
dalam aturan-aturan hukum bisnis dan ekonomi yang kemudian dilaksanakan secara
konsenkuen dengan didukung oleh sanksi dan hukum yang adil. Atau paling tidak,
prinsip ini harus menjiwai semua aturan bisnis dan ekonomi yang dikeluarkan
pemerintah.
c.
Komitmen Terhadap Akhlaqul Karimah Dalam Praktik Bisnis
Perkataan
akhlak ada kaitannya dengan kata khalik dan kata makhluk. Akhlak
tidak hanya berbicara mengenai masalah pergaulan dan hubungan manusia dengan
sesamanya, tetapi juga berbicara tentang masalah hubungan makhluk dengan khaliq-Nya. Suri tauladan bagi umat islam dalam berakhlak
mulia adalah nabi mereka Muhammad SAW, seorang nabi yang telah dididik langsung
oleh Allah dengan sebaik-baik dididikan akhlak, telah diajari-Nya dengan
sempurna pengajaran, diberikan Al-Qur`an dan Al-Hikmah, dilindungi dari
keburukan-keburukan dan perangai-perangai tercela dan dijadikan teladan
kebaikan bagi seluruh manusia. Allah berfirman dalam QS. Al-Ahzab (33) ayat 21
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٌ۬ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأَخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرً۬ا (٢١
Sesungguhnya telah ada pada [diri] Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu [yaitu] bagi orang yang mengharap [rahmat] Allah dan [kedatangan] hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (21)
Aisyah
ra. Pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW maka ia menjawab:”akhlak
beliau adalah Al-Qur`an. Beliau marah karena allah dan ridha karena Allah
pula.” Setelah akhlak beliau menjadi sempurna, maka Allah memuji beliau dengan
berfirman dalam QS. Al-Qalam (68) ayat 4
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ۬ (٤
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (4)
Mahasuci
Allah yang telah mengaruniakan akhlak itu lalu memujinya. Akhlak yang mulia (Akhlaqul
Karimah) sebenarnya merupakan tulang punggung agama dan dunia. Oleh karena
itu, Allah mengutus Rasul-Nya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak ini.
Rasulullah
SAW bersabda:
اِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الاَخْلاَقِ
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia. (HR.Al-Bazzar)
Seorang pebisnis tulen harus memiliki komitmen kuat untuk
menggamalkan akhlak mulia, seperti tekun bekerja sambil menundukkan diri (berdzikir
kepada Allah), jujur dan dapat dipercaya, cakap dan komunikatif, sederhana
dalam berbagai keadaan, memberi kelonggaran orang yang kesulitan membayar
utangmya, menghindari penipuan, kolusi dan manipulasi atau sejenisnya.
2. Fungsi Hukum Bisnis
Syariah
Salah satu fungsi hukum
bisnis adalah sebagai sumber informasi yang berguna bagi praktisi bisnis untuk
memahami hak-hak dan kewajiban dalam praktik bisnis agar terwujud watak dan
perilaku aktivitas di bidang bisnis yang berkeadilan, wajar, sehat dan dinamis
yang dijamin oleh kepastian hukum. Khusus mengenai bisnis syariah bertujuan
untuk mewujudkan konsep adil dan ihsan dalam praktik dan transaksi bisnis.
Adapun yang dimaksud
dengan adil adalah honorable or of good character, fair and equity. Adapun
ihsan adalah melakukan sesuatu demi menggapai maslahat di dunia dan akhirat
atau salah satu dari keduanya atau salah satu di antaranya. Praktik bisnis yang
baik, etnis dan adil atau fair akan ikut mewujudkan keadilan dalam
masyarakat. Sebaliknya, ketidakadilan yang merajalela akan menimbulkan gejolak
sosial yang meresahkan para pelaku bisnis.
Allah berfirman dalam QS.
At-Taubah (9) ayat 34 dan QS. Al-Baqarah (2) ayat 219
إِلَّا ٱلَّذِينَ عَـٰهَدتُّم مِّنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ثُمَّ لَمۡ يَنقُصُوكُمۡ شَيۡـًٔ۬ا وَلَمۡ يُظَـٰهِرُواْ عَلَيۡكُمۡ أَحَدً۬ا فَأَتِمُّوٓاْ إِلَيۡهِمۡ عَهۡدَهُمۡ إِلَىٰ مُدَّتِہِمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَّقِينَ (٤
kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian [dengan mereka] dan mereka tidak mengurangi sesuatupun [dari isi perjanjian]mu dan tidak [pula] mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (4)
يَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِۖ قُلۡ فِيهِمَآ إِثۡمٌ۬ ڪَبِيرٌ۬ وَمَنَـٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثۡمُهُمَآ أَڪۡبَرُ مِن نَّفۡعِهِمَاۗ وَيَسۡـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ ٱلۡعَفۡوَۗ كَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأَيَـٰتِ لَعَلَّڪُمۡ تَتَفَكَّرُونَ (٢١٩
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa’at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa’atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir, (219)
Nabi Muhammad SAW bersabda:
اَلْجَالِبُ مَرْزُوْقٌّ وَالْمُحْتَكِرُ مَلْعُوْنٌ
Orang yang mendatangkan barang dagangan (impor) untuk
dijual selalu akan memperoleh rezeki dan orang yang menimbun barang akan
dikutuk Allah. (HR. Ibnu
Majah dan Ath-Thusi)